Rabu, 14 September 2011

INACA: Tunanetra Tak Boleh Ditolak Naik Pesawat Asal Syarat Dipenuhi

Jakarta - Asosiasi maskapai nasional Indonesia atau Indonesia National Air Association (INACA) menegaskan penyandang cacat (difabel), termasuk tunanetra, tak boleh ditolak naik pesawat. Asal, persyaratan yang ditetapkan maskapai dipenuhi.

"Itu aturan maskapai masing-masing. Kalau sudah dikatakan difabel harus membawa pendamping, harus membawa pendamping. Kalau ada apa-apa, maskapai nanti memberitahukan ke siapa?" ujar Sekjen INACA Tengku Burhanuddin pada detikcom, Kamis (15/9/2011).

Ketika ditanyakan, apakah pendampingan penumpang tunanetra itu tidak bisa diserahkan pada flight attendant atau awak kabin, Tengku mengatakan memang ada awak kabin namun untuk keselamatan penumpang difabel, harus ada pendampingnya.

"Flight attendant nanti agak repot, karena harus konsentrasi, penumpang harus diperhatikan karena ada keterbatasan. Makanya perlu ada pendampingan supaya lebih baik. Kan fligth attendant tidak bisa mendampingi terus-terusan," jelasnya.

Bukankah di Pasal 134 UU Penerbangan disebutkan tentang perlakukan pada penyandang cacat, apakah menolak penumpang karena difabel tak melanggar UU tersebut?

"Tidak melanggar. Memang tidak boleh menolak untuk mengangkut orang-orang seperti tunanetra. Tapi kalau tidak ada pendampingnya itu masalah lain lagi. Itu seperti orang sakit, kalau nggak ada yang mendampingi seperti dokter, nggak boleh," jelas Tengku.

Deny Yen Martin Rahman, seorang penyandang tunanetra, kecewa karena tak diizinkan terbang oleh Citilink meski sudah membeli tiket. Pihak Citilink mengatakan penumpang difabel tunanetra itu datang 30 menit sebelum keberangkatan tanpa pendamping. Padahal di Contract of Carrier (COC) Citilink ada klausul penumpang dengan kebutuhan khusus diharuskan untuk membawa pendamping.

Menurut Citilink, petugas lantas mengajak Deny untuk berdiskusi. Petugas menjelaskan bahwa Deny tak bisa ikut terbang karena tak ada pendamping. Tapi Deny bersikeras. Petugas lantas menghubungi kantor pusat Citilink. Oleh kantor pusat, Deny diizinkan untuk terbang dengan didampingi pramugari.

Karena pesawat Deny terlanjur terbang, pihak Citilink pun akan menerbangkan Deny dengan pesawat berikutnya. Namun, Deny, telah meninggalkan bandara tanpa pemberitahuan.

Sedangkan dalam UU No 1/2009 tentang Penerbangan yang menjelaskan perlakuan penumpang difabel dijelaskan dalam Pasal 134 yaitu:

(1) Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
(2) Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;
d. sarana bantu bagi orang sakit;
e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan
g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
(3) Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan.

Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus diatur dengan Peraturan Menteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar